Tangan keriput itu membelai rambutku dan rambut adik-adikku
“ Ibu tak menagih apapun dari kalian, ibu dan bapakmu hanya meminta doa kalian, itu sudah lebih dari cukup untuk kami sebagai bentuk penghormatan kalian pada ibu dan bapak”.. menggema suara nya yang mulai menyepuh….
Tak perlu ku bantah.. Tapi degup jantungku bergema..
Bagaimana aku tidak hormat pada
beliau, yang kerap kali menyembunyikan airmatanya dekat kami ketika dulu menderita.
Bagaimana aku tidak hormat pada beliau, yang di setiap sembahyangnya doa dan bacaan yang menjadi wiridnya, nama putra-putri beliau disebut-sebut tatkala menangis di hadapan Tuhannya.
Bagaimana bisa aku lupa, ketika kami menangis, mata beliaupun turut meneteskan air mata, sembari menempelkan telapak tangan beliau sambil berucap”Robbi, inni maghdlubun fantashir” posisi menjadi pemenang ketika dikalahkan orang lain, dan menjadi pemenang tanpa harus mengalahkan yang lain.
Bagaimana aku tidak hormat pada beliau, yang selalu menegurku bukan dengan pukulan maupun rutukan, apalagi dengan sumpah serapah, tetapi dengan kebersahajaannya dan kasih keibuannya..
bagaimana mungkin kami menghinakan beliau yang memang tak pernah mengajarkan kami ilmu tentang sinus, cosinus dan tangent maupun rumus matematis dan kimia lainnya, tapi membekali kami dengan kelurusan niat, keluguannya berdagang, sikapnyedulurnya, cara menabungnya, tawashau bilhaq wa-tawashau bishabr -nya, sehingga pantas kalau setiap ketemu putra putrinya yang lalai untuk menggelar sajadah , Beliau bertanya “apakah kamu sudah lupa untuk rukuk dan sujud…”?
Bagaimana aku tak menghormatinya, ketika dulu mati-matian beliau menaikkan derajatku ketika para tetangga bertanya apa pekerjaanku, “oooh Pedi (panggilan kecilku) bekerja di tempat saudaranya..” sementara waktu itu aku masih luntang-lantung sebagai pengangguran.
Bagaimana aku tidak takzim pada beliau yang menjewer kuping ku ketika aku berbuat curang. Sembari melekatkan bibir nya di telingaku dan berkata “Alladzi la tudrikuhul-abshar wa-huwa yudrikul-abshar. Allah yang tak terlihat, yang melihat, yang menyediakan segala hal tak terduga....” Matanya memang telah kabur, tetapi mata hatinya masih terang-benderang.. menembus dinding tebal tertutup karut marut segala rutinitas hidup yang mengendap dalam batok kepala kami
Bagaimana aku tidak mencium punggung tangannya dalam-dalam.. karena didalamnya kami yakini betul ada keridhoan Allah atas rizki dan kebahagiaan kami
Bagaimana aku tak hormat pada beliau. Sedang doa-doanya selalu ada untuk putra-putri ibu..
Seorang Ibu yang kian menua, Ibu yang selalu meminta doa anak-anaknya agar menjadi rahmat yang mensejukkan di alam kuburnya kelak….
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Bagaimana Mungkin..?????"
Post a Comment