Beberapa waktu yang lalu, saya dan beberapa karib sekerjaan berkunjung ke salah satu senior lama yang tengah tergeletak di rumah sakit ternama di Semarang. Kawan yang tengah menjalani perawatan ini adalah perempuan gesit, penapilannya sporty, dan sangat fresh untuk ukuran wanita seangkatannya.
Penyakitnya bukan penyakit elits, sangat-sangat sepele.. yakni kesulitan berkemih atau pipis. Kesempurnaan fisik nya ternyata sangat paradoks jika dilihat dari penyakit yang dia sandang. Kebugaran tubuhnya ternyata tak
mampu mengurangi kesakitanya ketika kandung kemih sudah tak lagi mampu menampung desakan air seni.
Ketika hendak pipis, ia harus mengerang kesakitan sebab ada gumpalan batu di saluran ginjal. Hanya karena sumbatan kecil di sebagian organ tubuhnya dia mengaduh dengan dahyatnya.. manusia sebesar itu meringis kesakitan dan tumbang tak berdaya.
Tapi pemandangan yang sedemikian dramatis nya ternyata tak membuat saya sadar, minimal saat kami keluar dari ruangan, namun di perjalanan pulang, saat berkecengkrama di mobil, kesadaran kami baru muncul ketika Sisca menyeletuk di belakang kemudi
“ ternyata kita sering ga menghargai Tuhan yach.? Padahal betapa berharganya rasa kebelet pipis itu, lihat aja berapa juta yang harus di keluarkan beliau hanya untuk sebuah kelancaran pipis, kita malah kadang mengeluh” ujar nya dengan mimik serius.
Ya, betapa selama ini kelancaran pipis seperti itu tak pernah nyantel di pikiran saya, betapa selama ini, hal kecil seperti itu sering terabaikan dan takpernah saya hargai. Terbayang di benak, Bagaiamana ketika tidur yang demikian enaknya siap dirusak oleh keadaan yang tak nyaman, kebelet pipis. Dalam keadaan kacau inilah biasaya kita ngedumel,-kalau tak ingin dikatakan merutuk. Dongkol karena mimpi indah dirusak oleh sebuah kebelet.
Kenapa selalu ada nikmat yang di campur laknat. Kenapa ada musibah di campur berkah. Dan pertanyaan-pertanyaan lain.?
Padahal seandainya kita bangun, lalu pipis, dan tak bisa tidur lagi karena ngantuk hilang. Maka kita tau bahwa waktu sudah hampir pagi. Bukankah banyak hal bisa dilakukan di awal pagi itu? Berolahraga misalnya, atau beres-beres untuk bersiap-siap keperkerjaan lebih pagi, sehingga tak perlu menekan rasa marah karena terjebak macet…
Semua tak akan pernah terjadi bila bangun di waktu yang biasanya, bagun dengan begitu terburu-buru, nerveous dan berbagai keadaan yang tak maksimal. Sebegitu buru-burunya hingga membuat apa yang ada disekitarnya menjadi sumber masalah, bahkan anak2 yang seharusnya kita sayangi malah menjadi keranjang sampah kemarahan kita.
Mungkin ketidak teraturan dalam hidup kita, karena memang tidak pernah mensyukuri rasa yang ada. Termasuk didalamnya adalah kebelet pipis. Kebelet yang bukan hanya menyadarkan betapa beruntungnya sebuah kelancaran pipis tetapi memberikan banyak kelancaran-kelancaran lain. Sebuah karunia yang seharusnya tidak kita dongkoli.
No comments:
Post a Comment